13 Mei 2008

Jangan Menangis, Bi (part 2)

Hm..
Tadi aku cukup puas meski harus ngeliat Bianca dari kejauhan aja. Rasanya sungguh nggak enak sih, tapi apa boleh buat. Mungkin jalanku untuk menikmati kelembutan parasnya hanya sebatas ini, tidak boleh lebih. Aku tidak tau apa yang sedang dialami gadis itu. Tapi sepertinya ia sedang terguncang oleh suatu hal. Mungkin aku sok tau ya? Tapi jujur, tadi sempat kulihat sorotan mata cerianya hilang, digantikan dengan sorot mata yang menyiratkan kesedihan mendalam. Suaranya pun terdengar naik satu oktaf lebih melengking, dimana menurut pengetahuanku (yang sungguh cetek akan tanda-tanda psikologi seperti itu), aku merasakan bahwa intonasi suara gadis itu seperti histeris. Hal yang sudah sering kulihat terjadi padanya beberapa waktu belakangan ini.
Hufh.. Ada apa gerangan ya?
Aku pengen sekali bertanya lagi kepadanya, tapi kuyakin dia hanya akan menjawab, "Kan sudah kubilang tidak ada apa-apa, Ren.. Kamu gak usah cemas yah?"
Selalu saja begitu.
Kadang-kadang aku suka sakit hati melihat dia yang sepertinya tak pernah mempedulikan kehadiranku, tak pernah mengerti arti kehadiranku untuknya, tak pernah membiarkanku untuk memasuki kehidupannya lebih jauh lagi. Kami seakan terpisah oleh sebuah sungai yang tidak ada jembatannya, sehingga aku cuma harus cukup puas hanya dengan memperhatikannya dari seberang sini. Mungkin memang jalannya harus seperti ini ya? Aku benar-benar tulus menyayanginya, menyukainya, namun sepertinya pintu hatinya masih tersegel oleh sesuatu hal yang aku sendiri tak tau siapa atau apa yang menyegelnya. Petugas brengsek macam apa yang sudah menyegel hatinya hingga untuk menyentuh gagang pintu hatinya Bi pun sepertinya aku tak diberi kesempatan.
Kalau sudah begini rasanya jadi mau gila sendiri.
Memang, bagi Bi mungkin aku hanya sebatas teman pengisi hari-hari sepinya itu.
Tapi cobalah kalian lihat jauh ke dalam lubuk hati ini.
Sungguh aku ingin sekali memiliki gadis itu. Ingin sekali kurengkuh hatinya yang rapuh, lalu kujaga benar-benar agar tidak hancur lagi. Bukannya aku kepedean ya, tapi aku benar-benar tulus menyayanginya. Yah.. Meski terkadang beberapa sikapku juga sering mengecewakan Bi, sih. Tapi itu tidak masalah selama aku masih bisa melihat seorang Bianca bisa tulus tersenyum karena suatu kebodohan yang kubuat. Itu saja sudah cukup. Kalo lebih, kuanggap lah itu sebuah bonus dari Yang Diatas. Hehe.
Apa sebenarnya yang telah terjadi pada Bi ya?
Apa yang sudah merenggut hari-hari cerianya Bi ya?
Tadi saja, kulihat dia, kusapa dia, kuperhatikan dalam-dalam paras lembutnya (sekedar info, dia tetap sangat memukau di mataku meski sedang sendu seperti tadi itu), namun sepertinya ia sedang tidak fokus menatapku.
Tuhan.. Bahkan untuk menatap mukaku saja dia bisa tidak fokus!!
Dan yang lebih kusesalkan, mengapa aku harus melihat lagi raut mukanya yang sungguh terluka itu? Cara apa yang harus kuperbuat agar mata bulatnya Bi kembali bersinar lagi? Tolong beri aku bantuan..
Lalu apa yang harus kuperbuat sekarang? Kini yang bisa kulakukan hanyalah mengamatinya, mengawasinya, dan memperhatikannya dari jauh. Aku mungkin akan tetap menyemangatinya, entah dengan cara apa. Yang jelas aku pun akan terus berusaha agar aku bisa menarik Bi keluar dari lingkaran masalah yang telah membelenggunya itu.
Aku jadi sangat penasaran akan hal apa yang telah membuat bidadariku kehilangan cahayanya?
Regards,
Reno

Tidak ada komentar:

Posting Komentar